Tak lama kemudian kita dikagetkan dengan merebaknya penyakit busung lapar yang melanda saudara-saudara kita di NTB dan NTT. Pejabat dan politisi dari Jakarta pun tergpoh-gopoh berkunjung ke Karang Seme, Karang Pule NTB. Bahkan Menteri Kesehatan Fadilah Supari sempat menjejakkan kakinya di rumah salah satu penduduk yang anaknya terkena busung lapar. Memeng dalam istilah medis atau kedokteran tak ada istilah ini, yang ada Kwashiokor dan Marasmus. Bila gejala Kwashiorkor dan marasmus bergabung menjadi satu orang banyak menyebutnya busnug lapar.
Harus diakui, kenyataan memeng Indonesia belum sepenuhnya terbebas dari masalah gizi buruk, meskipun kita sudah bekerja habis-habisan melakukan pembangunan kesehatan dengan bersungguh-sungguh. Data 2003 menyebutkan, dari 18 juta balita tercatat di Indonesia, 5 juta diantaranya mengalami gizi buruk (27%) dan 116.000 (0,6%) diantaranya yang bergizi buruk itu membutuhkan perawatan. Data itu membuktikan bahwa dari dulu kita sebenarnya sudah menghadapi masalah gizi.
Ada empat masalah gizi pokok yang ada di Indonesia. Pertama, kekurangan kalori-protein yang dalam tahap kemudian menyebabkan busung lapar. Kedua, kekurangan vitamin A yang menyebabkan kebutaan. Ketiga, kekurangan zat besi sehingga mengakibatkan anemia. Yang keempat adalah kekurangan zat yodium yang mengakibatkan gondok endemik.
Sekurang-kurangnya ada empat penyebab masalah gizi buruk. Pertama tidak tersedianya bahan pangan akibat terjadinya bencan alam, kekeringan dll. Kedua, bahan pangan ada namun masyarakat tidak mampu akibat ekonomi, daya beli rendah. Ketiga, pangan bagus dan mampu membeli, tetapi masyarakat tidak tahu informasi gizi. Seperti dialami oleh anak-anak dari keluarga mampu. Dan yang keempat, adanya penyakit kronis dan muntaber.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar